Photo by Unsplash
Bekerja di perusahaan startup selalu identik dengan kehidupan yang dinamis. Banyak cerita di luar sana tentang perusahaan yang baru dirintis tiba-tiba bangkrut, ataupun mendapat investasi yang sangat besar sehingga bisa menyandang status unicorn.
Kedinamisan tersebut ditentukan oleh banyak faktor, seperti pasar yang berubah, teknologi yang terus berkembang ataupun desakan dari investor yang menuntut keuntungan secara cepat.
Saya sadar betul hal tersebut adalah resiko dalam bekerja yang sulit untuk dihindari. Opsinya hanya dua, apakah tetap bertahan dengan tanggung jawab baru atau keluar untuk mengejar ambisi di bidang yang ingin ditekuni? Pada artikel kali ini, saya akan bercerita tantangan apa saja yang saya hadapi dan pelajaran yang saya dapat setelah bekerja lebih selama 6 bulan pada bidang baru di tahun 2019 lalu.
Perubahan Itu Pasti
Photo by Unsplash
Untuk hal ini saya teringat akan pesan dari CEO kami ketika mengadakan Town Hall meeting. Materi yang dibawakan adalah cerita tentang pelatihan tentang kepemimpinan yang telah ia jalani di China. Pada cerita tersebut, beliau menggambarkan sebuah perusahaan bernama Alibaba dalam membangun budaya perusahaan.
Perusahaan tersebut terdapat sebuah budaya yang menarik, yaitu perubahan karir yang tiba-tiba merupakan hal lumrah terjadi disana. Sebagai contoh, terdapat seorang manajer di bidang keuangan yang tiba-tiba pada tahun depan menjadi manajer teknis. Hal ini lumrah dan membuat mereka harus menyiapkan diri akan perubahan yang akan terjadi selanjutnya.
Hal tersebut juga yang saya pelajari dalam bekerja saat ini. Mencoba membangun mindset bahwa bekerja bukan untuk mengejar sebuah posisi. Misal dalam 5 tahun harus menjadi manajer regional atau dalam 7 tahun harus menjadi wakil direktur. Betul, mengejar tujuan karir itu penting sebagai pencapaian dan menaikan taraf hidup. Namun ada hal lain yang saya pelajari yaitu pentingnya melatih kemampuan dasar untuk mengejar posisi tersebut.
Karena dengan memupuk kemampuan-kemampuan dasar seseorang bisa menyiapkan diri yang apabila bertemu dengan kesempatan tersebut menjadi lebih siap dan dapat menjalaninya dengan maksimal. Bisa saja yang awalnya berpikir menjadi manager dalam 3 tahun kedepan, tetapi karena skill yang telah dimiliki dirasa sudah layak dalam 2 tahun bekerja bisa mencapai posisi tersebut.
Selalu Terbuka akan Hal Baru Dalam Belajar
Photo by Unsplash
Pada pekerjaan sebelumnya sebagai engineer di bidang riset. Saya dibiasakan untuk selalu mencari info terkini seputar perkembangan sistem kecerdasan buatan. Mulai dari jurnal terhangat dari konferensi ilmiah populer, sampai dengan tutorial yang tentunya bisa memberikan manfaat terhadap pekerjaan yang dilakukan. Bahkan di lingkungan pertemanan pun sering membagikan hal terkini di bidang kecerdasan buatan agar kami di tim semua mendapatkan manfaat dari info tersebut.
Tetapi ada kesalahan yang saya lakukan pada kondisi tersebut yaitu terbuka untuk melatih soft skill. Banyak sekali yang saya temukan masalah dari kekurangan soft skill dikeseharian dan menjadi prioritas untuk dipelajari. Hal-hal seperti critical thinking, effective communication, leadership, dan hal lainnya. Hal ini tentu saja membuat transisi pekerjaan menjadi lebih sulit di awal karena banyak hal yang harus dipelajari.
Mulailah ketika saat itu lebih banyak mencari referensi belajar, seperti membaca konten Harvard Business Review (HBR), mulai mengikuti course seputar critical thinking/ complex problem solving dan lebih banyak diskusi dengan orang yang lebih ahli. Tetapi yang saya rasa paling efektif adalah belajar langsung dari yang sudah berpengalaman di bidang tersebut.
Mulailah dari sana, saya sering diskusi santai seputar topik yang saya ingin pelajari. Awalnya sedikit canggung, topik yang dibicarakan kok serius sekali, dan pertanyaannya yang dilemparkan juga membuat teman berpikir keras. Tetapi setelah berjalan waktu hal tersebut sudah mulai terbiasa dan setiap diskusi diusahakan agar dapat mengambil pembelajaran dari topik yang ingin dipelajari.
Pentingnya Memiliki Mentor yang Tepat
Photo by Unsplash
Setiap dari kita pasti memiliki mentor dalam kehidupannya. Hanya saja posisinya mungkin tidak resmi sebagai mentor, tetapi sebagai orang yang sering dimintai nasihat atau masukan dari masalah yang dihadapi. Mentor bisa dari orang tuanya, guru di sekolah, atau teman kantor yang dirasa cukup senior untuk membantu dalam menyelesaikan masalah pekerjaan dan terbuka untuk membantu diri berkembang.
Banyak jargon diluar sana tentang mentor akan datang ketika diri ini siap. Mungkin sebagian bingung dengan kata-kata di tersebut, tapi yang saya pahami adalah penting mengetahui permasalahan sebelum mendiskusikannya dengan orang lain yang bisa jadi dengan mentor kita. Nah, kemampuan bagaimana membuat pertanyaan yang memiliki kualitas patut dipelajari, agar jawaban yang diberikan oleh mentor efektif terhadap permasalahan yang dihadapi.
Selain itu terkadang bingung mencari mentor yang tepat, saya pun terdakang juga mengalaminya. Biasanya orang hebat memiliki mentor orang hebat juga yang bisa membawa kesuksesan pada dirinya. Tentu sulit mencari orang hebat yang mau menjadi mentor kita.
Tetapi ada satu hal yang saya pelajari yaitu mencari mentor tidak harus muluk-muluk. Dimulai dengan teman sekantor yang dirasa memiliki domain untuk permasalahan yang dihadapi dan bisa menjadi referensi yang tepat untuk menjadi teman diskusi.
Semua waktu yang dilewatkan akan berlalu menjadi sebuah masa lalu. Waktu yang kita gunakan untuk scrolling terus-menerus di Instagram atau menamatkan series terbaru di Netflix telah hilang. Terkadang diri lupa akan waktu ini terbatas dan tidak bisa diulangi setiap momen yang telah terjadi.
Perubahan ini pun memaksa diri untuk belajar menjadi lebih baik. Bukan hanya lebih baik dalam hard skill atau kompetensi yang diperlukan untuk menunjang pekerjaan. Tetapi soft skill yang menjadikan diri lebih siap dan kompeten untuk menghadapi masalah yang akan datang.
Satu hal yang saya paling saya tanam di dalam diri yaitu tentang pentingnya memiliki nilai dasar dalam bekerja dan tujuan akhir dalam hidup. Selama perubahan ini masih sesuai dengan nilai dasar yang dipegang dan mengarah kepada tujuan yang ingin dikejar. Maka tidak ada alasan untuk tetap bertahan dan memaksimalkan setiap potensi diri untuk mencapai mimpi kita.